Daftar Blog Saya

Sabtu, 18 Mei 2013

Takwa, Ridha, Cinta, dan Ikhlas


TAQWA
Taqwa adalah mengikuti segala perintah Allah SWT dan menjauhi larangannya ( memelihara diri). Diri tidak perlu pemeliharaan kecuali terhadap apa yang dia takuti (Allah SWT). Oleh sebab itu yang berilmu tentang Allah akan takut kepada-Nya dan bertaqwa kepada-Nya. Muttaqin adalah orang yang memelihara diri dari azab dan kemurkaan Allah di dunia dan di akhirat dengan cara berhenti digaris batas yang sudah ditentukan.
v  Hakikat Taqwa
Hakikat taqwa adalah integralisasi ketiga dimensi  (Iman, Ihsan, Islam) tersebut. Definisi dalam surat Al Baqarah 177 yang menyimpulkan bahwa taqwa dicirikan dengan Iman, Islam, Ihsan sekaligus. Dalam surat Ali Imran 134-135 ciri-ciri orang bertaqwa dicirikan dengan aspek Ihsan. Kesimpulannya hakikat taqwa adalah memadukan secara integral aspek Iman, Islam, Ihsan dalam diri seseorang.
v  Bertaqwa Secara Maksimal
Surat Ali Imran 102 Allah SWT memeritahkan kepada orang-orang yang beriman supaya bertaqwa kepada-Nya dengan mengerahkan semua potensi yang dia miliki. Rasulullah saw bersabda “ Bertaqwalah kamukepada Allah di manapun kamu berada ...”. Siapa saja, di mana saja, kapan saja dandalam situasi bagaimanapun wajib bertaqwa kepada Allah SWT.
v  Buah dari Taqwa
Orang yang bertaqwa kepada Allah akan memetik buah, baik di dunia maupun di akhirat. Buahnya antara lain: Mendapatkan sikap furqon, mendapatkan limpahan berkah dari langit dan bumi, mendapatkan jalan keluar dari kesulitan, mendapatkan rezeki tanpa diduga-duga, mendapatkan kemudahan dalam urusannya, menerima penghapusan dan pengampunan dosa serta dapatkan pahala yang besar.

CINTA dan RIDHA
Cinta adalah kesadaran diri, dengan demikian arti cinta sama dengan fitrah yang dimiliki manusia. Cinta utama diberiakan kepada Allah SWT dan Rasul dan cinta menengah diberikan kepada orang tua, anak, saudara, kedudukan dan harta. Cinta rendah adalah cinta yang jatuh dan menjadi hina. Ridha adalah menerima sepenuh hati tanpa penolakkan sedikitpun segala sesuatu dari Allah dan Rasul-Nya, berupa perintah, larangan, ataupun petunjuk-petunjuk.

IKHLAS
Ikhlas adalah berbuat tanpa pamrih, hanya semata-mata mengharapkan ridha Allah.
v  Tiga Unsur Keikhlasan
Ikhlas tidak ditentukan oleh ada atau tidaknya imbalan materi tetapi ditentukan oleh tiga faktor: Niat yang ikhlas, beramal dengan sebaik-baiknya, pemanfaatan hasil usaha dengan tepat.
v  Keutamaan Ikhlas



Kamis, 16 Mei 2013

Kemajuan Sains dalam Seajarah Islam


Awal kemunculan dan perkembangan sains di dunia Islam tidak dapat dipisahkan dari sejarah ekspansi Islam itu sendiri. Dalam tempo lebih kurang 25 tahun setelah wafatnya Nabi Muhammad saw (632 M), kaum Muslim telah berhasil menaklukkan seluruh jazirah Arabia dari selatan hingga utara. Ekspansi dakwah yang diistilahkan ‘pembukaan negeri-negeri’ (futuh al-buldan) itu berlangsung pesat tak terbendung. Bagai diterpa gelombang tsunami, satu persatu, kerajaan demi kerajaan dan kota demi kota berhasil ditaklukkan. Dalam proses interaksi tersebut, kaum Muslim pun terdorong untuk mempelajari dan memahami tradisi intelektual negeri-negeri yang ditaklukkannya. Menjelang akhir abad ke-9 Masehi, hampir seluruh korpus saintifik Yunani telah berhasil diterjemahkan, meliputi berbagai bidang ilmu pengetahuan, dari kedokteran, matematika, astronomi, fisika, hingga filsafat, astrologi dan alchemy. Muncullah orang-orang seperti Abu Bakr al-Razi (Rhazes), Jabir ibn Hayyan (Geber), al-Khawarizmi (Algorithm), Ibn Sina (Avicenna) dan masih banyak sederetan nama besar lainnya.

Faktor Pemicu Kejayaan Sains
Pertama, berkat kesungguhan dalam mengimani mempraktekkan ajaran Islam sebagaimana tertuang dalam al-Qur’an dan Sunnah itu lahirlah individu-individu unggul yang pada gilirannya membentuk masyarakat madani Islami. Kedua, adanya motivasi agama. Seperti kita ketahui, kitab suci al-Qur’an banyak berisi anjuran untuk menuntut ilmu, membaca (iqra’), melakukan observasi, esplorasi, ekspedisi (siru fil ardhi), dan berfikir ilmiah rasional. Faktor ketiga yaitu faktor sosial politik. Tumbuh dan berkembangnya budaya ilmu dan tradisi ilmiah pada masa itu dimungkinkan antara lain ―jika bukan terutama― oleh kondisi masyarakat Islam yang, meskipun terdiri dari bermacam-macam etnis (Arab, Parsi, Koptik, Berber, Turki, dan lain lain), dengan latarbelakang bahasa dan budaya masing-masing, namun berhasil diikat oleh tali persaudaraan Islam serta faktor ekonomi. Kesejahteraan masyarakat masa itu membuka kesempatan bagi setiap orang untuk mengembangkan diri dan mencapai apa yang diinginkannya. Faktor keempat yang tak kalah pentingnya adalah .dukungan dan perlindungan penguasa saat itu. Para saintis semisal Ibn Sina, Ibn Tufayl dan at-Tusi berpindah dari satu tempat ke tempat lain, mengikuti patron-nya.
PERSEPSI MUSLIM TERHADAP SAINS

Persepsi islam itu sendiri terhadap Kemajuan sains dan teknologi telah memberikan kemudahan-kemudahan dan kesejahteraan bagi kehidupan manusia sekaligus merupakan sarana bagi kesempurnaan manusia sebagai hamba Allah dan khalifah-Nya krn Allah telah mengaruniakan anugerah keni’matan kepada manusia yg bersifat saling melengkapi yaitu anugerah agama dan keni’matan sains teknologi. Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan dua sosok yg tidak dapat dipisahkan satu sama lain. sikap kaum Muslim terhadap sains terpecah menjadi tiga. Ada yang anti dan menolak mentah-mentah, ada yang menelan bulat-bulat tanpa curiga sedikitpun, dan ada yang menerima dengan penuh kewaspadaan. Sikap yang pertama maupun yang kedua kurang tepat karena sama-sama ekstrim. Sikap yang paling bijak adalah bersikap adil, pandai menghargai sesuatu dan meletakkannya pada tempatnya.

Hubungan Sains dan Spiritual

Spiritual wordview atau religious worldview, di dalam bentuknya yang paling murni, mengembangkan sifat moral umat manusia dengan memahami dimensi dalam akan realitas (inner dimensions of reality), Sains, di lain pihak membantu umat manusia untuk mengertikan beberapa aspek realitas fisika. Jadi, demikianlah, ketika dipadukan bersama, dua sistem pengetahuan ini, Science dan Spirituality akan  menjadi komplementer satu sama lain. Sebagai contoh, spiritualitas atau bentuk agama paling murni membimbing masyarakat manusia dengan visi yang tepat untuk menciptakan masyarakat yang penuh makna dan adil, sedangkan sains memberikan alat dan keterampilan untuk mencapainya (tujuan agama tadi), demikianah cara menapaki jalan untuk mencapai kedamaian dunia abadi.